Padang — Globalisasi dan informasi yang bisa diakses di manapun saat ini bukan suatu proses untuk menghilangkan jati diri, tetapi suatu proses untuk memelihara identitas suatu budaya. Memelihara bukan berarti menutup diri dari adanya pengaruh budaya asing.
Nilai-nilai yang terkandung dalam suatu budaya harus memiliki kemampuan beradaptasi, dan menyesuaikan diri dengan budaya lain melalui suatu proses seleksi. Tetapi, yang terjadi saat ini generasi milenial Minangkabau sebagian menerima semua budaya yang masuk tanpa adanya seleksi yang ketat, sehingga terjadilah perubahan nilai dan perilaku dalam masyarakat Minangkabau.
Kegundahan dan kegelisahan melihat terjadinya pergeseran sistem nilai dalam kehidupan masyarakat Minangkabau itu, memanggil H. Suherman TRD untuk mengabdikan dirinya di kampung halaman Sumatera Barat.
Dengan keberaniannya mencalonkan diri sebagai salah satu Balon Gubernur Sumatera Barat, ia pun memasang niat untuk kembali mengukuhkan jati diri masyarakat Minangkabau. Jati diri dengan dasar adat basandi syara, syara basandi kitabullah, syara mangato adat mamakai.
Menurut H. Suherman ketika bincang-bincang dengan Pimpinan Redaksi media ini, anak Minangkabau harus menyadari bahwa dari nilai-nilai adat dan agama itulah kebangkitan dan kembalinya kejayaan Minangkabau dapat diraih.
“Kita ingin belajar dan mengimplementasikan sebagaimana telah dicontohkan oleh tokoh bangsa yang lahir dari rahim Minangkabau. Ada Muhammad Hatta, Sutan Syahrir, Mr. Muhammad Yamin, dan Muhammad Natsir, serta Agus Salim, Buya Hamka, dan tokoh tokoh lainnya,” demikian ujar Suherman, Sabtu (11/7).
Katanya lagi, kita perlu meneladani bagaimana konsep tokoh Minang yang berkiprah membangun masyarakat dan bangsanya dengan berpatokan kepada kultur dan sistem nilai yang ada di Minangkabau.
“Keberhasilan membangun Sumatera Barat, berasal dari kemauan yang muncul dalam jati diri orang Minang itu sendiri,” demikian sebut H. Suherman TRD. (aa)
0 komentar:
Posting Komentar