Padang- Sejak tiga tahun terakhir kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, terus mengalami peningkatan. Kasus terbanyak ditemukan terjadi tahun 2021 dengan jumlah 46 kasus.
Fakta ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) seputar kekerasan seksual terhadap anak, di Aula Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar yang dilaksanakan oleh Jaringan Pemred Online (JPO) Sumatra Barat, Kamis (17/03/2022) Pagi.
Dalam FGD dengan narasumber Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Provinsi Sumbar Dr.Fauzi Bahar, Msi.Dt Nan Sati yang diwakili Wakil Ketua I LKAAM Laksamana Pertama TNI Al (Purn) Hargianto, Dt Bagindo Malano Nan Hitam yang juga Mantan Komandan Lantamal/II Padang, Kapolda Sumbar diwakili Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Subdit IV Ditreskrimum Polda Sumbar, Arif Hadi SH.
Lebih lanjut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Padang Editiawarman S.Pd dan Ketua Majelis Pertimbangan Adat (MPA) Kerapatan Adat Nagari (KAN) Pauh IX Kuranji, Irwan Basir Datuk Rajo Alam, SH, MM itu juga terungkap bahwa kasus pelecehan seksual pada anak juga dipicu karena tidak adanya ruang aman bagi korban, bahkan di rumahnya sendiri.
Hal ini bisa terjadi kata Irwan Basir selaku narasumber, disebabkan oleh dua hal. Pertama faktor internal, karena kurangnya perhatian keluarga terhadap kondisi kekinian si anak, karena orang tua terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing.
"ni merupakan permasalahan yang berawal dari hulunya, selanjutnya karateristik dibentuk berdasarkan dari pola yang di lakukan pembinaan dan perdekatan terhadap anak.
Sesuai dengan teori tabu lu rasa apabila diberikan tinta putih terhadap anak yang baru lahir, maka hasilnya akan menjadi putih dan (Positif). Sebaliknya apabila diberikan tinta hitam, maka hasilnya akan menjadi hitam (Negatif)".
Ini menandakan penting dalam pembinaan lingkungan keluarga untuk pembentukan jadi diri seorang anak, ujarnya Irwan Basir.
Faktor kedua kata dia, adalah faktor eksternal yang berasal dari lingkungan. Dengan perkembangan teknologi dan globalisasi, sehingga memberi energi negatif pada anak.
“Kedua persoalan inilah yang harus kita carikan solusinya untuk mengatasi persoalan yang tengah terjadi saat ini,” ujar Irwan Basir yang juga merupakan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial, Dinas Sosial Provinsi Sumbar ini.
Selian itu, Irwan Basir mengatakan semakin meningkat volume manusia, maka semakin banyak pula persoalan yang akan muncul. Kalau dalam interaksi keluarga, maka urutan secara ranji ninik mamak berlaku “hukum” kaum paga kaum, suku paga suku, nagari paga nagari, jorong paga jorong. Artinya di dalam lingkungan itu akan terbentuk suatu klausalitas hubungan yang harmonis, sehingga akan menimbulkan rasa memiliki bersama.
Namun kini kata Irwan Basir, ninik mamak bakato ninik mamak, kamanakan bakato kamanakan pula. Inilah yang menjadi benang merahnya, sehingga timbulah hidup nafsi-nafsi atau individualitas.
“Kalau hidup sadah menonjolkan individualitas maka raso dibaok naiak, pareso dibaok turun tidak ada lagi dalam hidup, atau tidak ada lagi ranji dalam kaum atau kumpulan keluarga - Keluarga dalam sistem suatu suku,” kata Irwan Basir.
Kepala DP3AP2KB Kota Padang Editiawarman mengatakan, pencegahan kasus kekerasan seksual pada anak harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Hulunya kata dia menambahkan adalah edukasi, sosialisasi dan deteksi yang harus secara reguler terus dijalankan.
Oleh karena itu, Editiawarman mengatakan setiap kesempatan DP3AP2KB Kota Padang selalu melakukan sosialisasi, edukasi dan deteksi. Bentuk deteksi itu kata dia, dengan melibatkan partisipasi kader Keluarga Berencana (KB). Saat ini DP3AP2KB memiliki relawan satu orang per kelurahan dan didukung oleh 909 kader KB.
“Secara bertahap nanti kita akan melibatkan RT/RW, Karang Taruna, PATBM, guru TPA/TPQ dan guru di sekolah. Kita akan terus gencar melakukan kegiatan, guna mendeteksi secara dini kasus kekerasan pada anak ini,” kata Editiawarman.
Dikatakannya, penanganan kasus kekerasan seksual pada anak dilakukan dengan 2 pola. Pertama, kalau keluarganya kondusif, DP3AP2KB bekerjasama dengan keluarganya.
“Staf kita atau tenaga psikologi kita akan memberikan pendampingan. Tapi kalau keluarganya tidak kondusif atau tidak bisa diandalkan merawat dan menjaga korban. Maka 100 persen dalam penanganan DP3AP2KB. Sementara untuk penanganan jangka panjang", kata Editiawarman menambahkan, Pemko Padang akan bekerjasama dengan Kementerian Sosial RI, tuturnya.
LKAAM Sumbar Wakil Ketua I LKAAM Laksamana Pertama TNI Al (Purn) Hargianto, Dt Bagindo Malano Nan Hitam mengatakan, untuk mengatasi persoalan kekerasan seksual terhadap anak, anak lebih memfungsikan peran ninik mamak.
Bahkan kata dia, pada 27 Februari 2022 lalu LKAAM bersama Polda Sumatera Barat telah menandatangani Memorandum of Understanding terkait restorasi justice di Auditorium Hotel Emersia, Batusangkar.
Dikatakan, MoU tersebut berisikan tentang memberi peran kepada ninik mamak untuk membantu penyelesaian kasus tipiring (tindak pidana ringan), dan tindak pidana umum ringan lainnya.
Sementara itu, Kapolda Sumbar Irjen Pol Teddy Minahasa P yang dibacakan Kabid humas Kombes Pol Satake Bayu Setianto menyampaikan. Bahwa tujuan panitia mengangkat acara focus group discussion (FGD) yang bertemakan tentang sumbar darurat kekerasan seksual terhadap anak tanggung jawab siapa.
Ini adalah rasa prihatin dari pemerintah Provinsi Sumbar, terutama Jaringan Pimred Online (JPO) atau media online wilayah Sumbar terkait adanya perlakuan kekerasan seksual di bawah umur yang semakin marak terjadi di wilayah Provinsi Sumbar.
Lebih lanjut, apalagi kekerasan seksual ini banyak menimpa generasi muda kita, sebagai penerus bangsa kita di masa depan. Dalam hal ini akan dapat merusak tatanan kehidupan, khususnya tatanan kehidupan generasi muda Provinsi Sumbar yang terkenal dengan sandi kehidupan masyarakat minangkabau “adat bersandikan syarak, syarak bersandikan kitabullah”.
Lebih lanjut, Kabid humas menyampaikan kita menyadari bahwa di era reformasi sekarang ini masyarakat semakin kritis terhadap kebijakan - kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.
Selain itu masyarakat juga menuntut adanya informasi yang transparan dari lembaga pemerintah itu sendiri, atau memberikan penerangan dan informasi kepada masyarakat tentang kebijakan serta tujuan yang akan dicapai oleh lembaga pemerintah atau masyarakat terutama dalam penanganan tindakan kekerasan seksual di bawah umur.
Menindaklanjuti perubahan tersebut di dalam kesempatan ini marilah kita hidupkan kembali budaya lokal. kita kembalikan fungsi keluarga, RT, maupun RW sebagai benteng untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam keluarga.
Terutama tentu saja kekerasan terhadap anak ataupun perlakuan yang tidak wajar terhadap anak dibawah umur. Keluarga, terutama orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian anak.
Diakhir sambutan Kapolda Sumbar, Kabid Humas menyampaikan agar peserta FGD ini mengikuti dengan seksama dan sungguh - sungguh serta jangan hanya dijadikan sebagai kegiatan formalitas belaka.
Mari munculkan berbagai gagasan, pemikiran serta ide baru namun tetap rasional yang dapat di implementasikan dalam penanganan tindakan kekerasan seksual dibawah umur di wilayah Provinsi Sumbar.
Jadikan FGD ini sebagai sarana tukar menukar informasi dan cara bertindak dalam menangani berbagai permasalahan terkait dengan fungsi tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin dalam mengelola estetika budaya adat minangkabau yang lebih profesional di masa mendatang.
Dalam kegiatan itu, turut hadir Pengurus LKAAM Provinsi Sumbar, Dandim 0312, LSM dan Tokoh Masyarakat Kota Padang. (Dp/F.Fahlevi)
0 komentar:
Posting Komentar