Secercah Harapan: Rumah Kedua untuk Mereka yang Terlupakan 

Pewarta: Mizwa Anggraeni

Padang - Yayasan Pelita Jiwa Insani Kota Padang hadir membantu pemerintah menangani permasalahan  sosial, seperti Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ), gelandang dan pengemis (gepeng)  dan penyalahguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain (NAPZA). Mereka dibantu menata hidup baru agar dapat beraktivitas dan berinteraksi dalam  menjalankan kehidupan.

Di balik hiruk-pikuk Kota Padang, berdiri sebuah tempat yang menjadi titik terang bagi mereka yang terabaikan. Yayasan Pelita Jiwa Insani, yang didirikan pada 16 Oktober 2014, hadir mengatasi permasalahan sosial di Sumatera Barat, khususnya di Kota Padang. 

Mulai dari menangani para pasien hingga memberikan pelatihan keterampilan, yayasan ini menjadi bukti nyata bahwa kemanusiaan tak mengenal batas.  

Padang Satu-satunya Daerah di Sumbar yang Menuntaskan ODGJ Pasung 

Didirikan dengan tujuan untuk menjawab berbagai permasalahan sosial di Sumatera Barat, Yayasan Pelita Jiwa Insani memusatkan perhatiannya pada kelompok rentan seperti pengguna NAPZA, ODGJ terlantar, gelandang dan pengemis.

Ketua Yayasan Pelita Jiwa Insani Kota Padang, Syafrizal mengungkapkan bahwa Kota Padang kini menjadi satu-satunya daerah di Sumatera Barat yang telah menuntaskan kasus ODGJ pasung.

"Dukungan ini tak terlepas dari kerja sama antara yayasan, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan daerah setempat," ujarnya saat diwawancarai awak Diskominfo, Senin (30/12/2024).

Syafrizal menuturkan di masa awal pendirian Yayasan Pelita Insani berada di Kalumbuk, Kecamatan Kuranji,  menghadapi berbagai kendala, termasuk keterbatasan tempat dan stigma masyarakat. 

"Beroperasi di tempat sederhana yang sering dianggap kumuh, mereka berjuang untuk memberikan perawatan dan rehabilitasi terbaik bagi pasien.  Di tempat lama, tidak ada pagar,  membuat beberapa pasien melarikan diri. Namun, dengan bantuan dari APBD Pemprov Sumbar, kami pindah ke gedung baru yang berada di  Jalan Lolo, Gunung Sarik mampu menampung hingga 150 pasien. Kini, tantangan  itu bisa diatasi,” tambahnya.  

Syafrizal berharap permasalahan sosial ini adalah tanggung jawab bersama. Pihaknya memastikan bahwa saudara-saudara yang terlantar tetap mendapatkan perhatian, bahkan jika mereka berasal dari luar Sumatera Barat.

Program Rehabilitasi yang Komprehensif 

Yayasan ini menawarkan pendekatan holistik dalam menangani pasien. Setelah mendapatkan terapi medis di rumah sakit, pasien menjalani rehabilitasi berupa terapi spiritual, yaitu mengembalikan fungsi agama pasien melalui ibadah.  

Kemudian memberikan makanan bergizi sesuai panduan ahli gizi, kegiatan harian dengan  melatih pasien untuk kembali menjalankan aktivitas sehari-hari, seperti bersih-bersih.  

Tak hanya itu, pasien juga dibekali terapi vokasional,  memberikan pelatihan keterampilan seperti membuat kue, otomotif, dan barber shop.  

"Beberapa pasien bahkan berhasil membuka usaha sendiri setelah menyelesaikan rehabilitasi. Mereka yang sebelumnya kehilangan arah kini kembali hidup bermartabat. Uniknya, dari yayasan ini adalah pendekatan inklusifnya. Pasien dilibatkan dalam aktivitas sehari-hari, termasuk membantu memasak. Kami percaya bahwa ini adalah cara untuk memberdayakan mereka," terang Syafrizal.

Cerita Pasien 

Dewi (55) seorang wanita asal Payakumbuh, telah menjalani rehabilitasi selama sepuluh bulan di yayasan. Ia mengungkapkan bahwa kehidupannya kini lebih baik berkat pembinaan yang diterima, mulai dari kegiatan harian seperti mencuci piring, mengepel, hingga latihan spiritual seperti mengaji dan berzikir.

“Awalnya saya dijemput pihak yayasan. Di sini saya merasa lebih nyaman, tidak ada gangguan, dan bisa bertemu banyak teman. Pembinaan agama yang diberikan di yayasan membantu mendekatkan diri kepada Allah, memberikan ketenangan dan harapan baru," ujar Dewi.

Hal yang sama juga dirasakan Ramadani (28) pria asal Kota Padang, telah menjalani rehabilitasi selama setahun. Kini ia merasakan kedamaian dan keteraturan hidup yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.

"Di sini saya diajarkan banyak hal, seperti menyapu, membantu kegiatan, membantu sebagai kuli dan membagikan makanan. Saya merasa lebih dihargai karena banyak yang peduli dengan saya. Berbeda dengan di luar, di mana saya merasa diabaikan," jelas pria yang sering disapa boncel.

Pendekatan Holistik Yayasan 

Ketua Yayasan Pelita Jiwa Insani, Syafrizal, menjelaskan  saat ini merehabilitasi 121 pasien, terdiri dari 80 ODGJ, 20 gelandangan dan pengemis (Gepeng), serta 21 penyalahguna NAPZA.

Dukungan dari Pemerintah Provinsi, Pemko Padang, Kementerian Sosial, Badan Amil Zakat Nasional dan berbagai pihak lainnya menjadi kunci keberhasilan yayasan ini. Salah satu inovasi penting adalah program "jemput bola" dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Padang yang mempermudah pasien  untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Mereka tidak hanya mendapat konsultasi dari dokter dan perawat, tetapi juga pembinaan fisik melalui aktivitas harian, seperti mengepel, memasak, dan mengantarkan makanan. Selain itu, pembinaan agama seperti mengaji, berzikir, dan beribadah juga menjadi fokus utama kami," ungkap Syafrizal.

Yayasan Pelita Jiwa Insani telah membuktikan bahwa dengan pendekatan yang tepat, pasien-pasien ini dapat kembali menjalani kehidupan yang lebih baik dan bermartabat.

Kisah Dewi dan Ramadani menjadi contoh nyata bagaimana perhatian, pembinaan, dan cinta kasih mampu mengubah kehidupan mereka yang terpinggirkan.

Yayasan ini tidak hanya menjadi tempat rehabilitasi, tetapi juga menjadi ruang harapan dan pemulihan bagi mereka yang memerlukan kesempatan kedua. Dengan program-program yang terus dikembangkan, Yayasan Pelita Jiwa Insani berharap dapat menjangkau lebih banyak orang yang membutuhkan.

Secercah Harapan Bagi Pasien 

Melalui program rehabilitasi dan pemberdayaan keluarga, yayasan ini berkomitmen untuk memastikan pasien tidak kembali terlantar. Selain itu, mereka ingin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penanganan dini bagi mereka yang terabaikan.

"Ketika kita melihat mereka sebagai saudara, maka kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendampingi mereka hingga pulih," tutup Syafrizal penuh harapan.  

Yayasan Pelita Jiwa Insani bukan sekadar rumah singgah, melainkan simbol perjuangan kemanusiaan di tengah kompleksitas masalah sosial. Dengan pendekatan yang penuh empati, mereka membuktikan bahwa setiap orang, tanpa kecuali, layak mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup yang lebih baik. (***)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top